- Get link
- Other Apps
Posted by
Unknown
on
- Get link
- Other Apps
Inersia
uteri adalah perpanjangan fase laten atau fase aktif atau kedua-duanya dari
kala pembukaan. Pemanjangan fase laten dapat disebabkan oleh serviks yang belum
matang atau karena penggunaan analgetik yang terlalu dini. Pemanjangan fase
deselerasi ditemukan pada disproporsi sefalopelvik atau kelainan anak. Perlu
disadari bahwa pemanjangan fase laten maupun fase aktif meninggikan kematian
perinatal.
Inersia uteri adalah kelainan his
yang kekuatannya tidak adekuat untuk melakukan pembukaan serviks atau mendorong
janin keluar. Disini kekuatan his lemah dan frekuensinya jarang. Sering
dijumpai pada penderita dengan keadaan umum kurang baik seperti anemia, uterus
yang terlalu teregang misalnya akibat hidramnion atau kehamilan kembar atau
makrosomia, grandemultipara atau primipara, serta para penderita dengan keadaan
emosi kurang baik. Dapat terjadi pada kala pembukaan serviks, fase laten atau
fase aktif maupun pada kala pengeluaran
His
lemah jika sifatnya tidak kuat, lekas berhenti dan frekuensinya tidak seperti
biasa (antara 5-10 menit). Dalam hal menentukan his lemah tersebut haruslah
diikat supaya kita jangan terpengaruh oleh aktor subjeksi. Memang sifat sabar
tersebut tidak sama dengan semua dokter/bidan. Karena pengalaman seringkali
kita terlampaui, cepat memutuskan his lemah dan dengan tergesa menjalankan
tindakan.
Untuk
menetapkan ada atau tidaknya kelemahan his, sebaiknya dilihat proses jalannya
persalinan, apakah partus cukup maju dengan melihat lamanya perempuan tersebut
mulai mendapat his. Dengan kata lain haruslah diperhatikan lamanya kala
pembukaan dan kala pengeluaran pada primipara atau multipara. Perlu diketahui
apakah his tersebut sudah menunjukan permulaan persalinan atau masih merupakan
his pendahuluan. Harus p
ula diketahui bahwa dalam jalannya persalinan terkadang
his tersebut menjadi kurang kuat atau berhenti sebentar hal ini misalnya
apabila ketuban baru pecah.
Menurut sebabnya dapat
dibedakan menjadi :
1.
His
lemah primer :
Artinya sejak dari awal, jadi dalam hamil dan pada
saat persalinan sudah tampak kelemahan his tersebut, hal ini misalnya
disebabkan oleh :
-
Keadaan
bawah tubuh yang kurang baik
-
Kurang
sempurnanya pertumbuhan rahim
-
Uterus
yang sudah lebih renggang sejak dalam hamil, misalnya karena hamil kembar atau
hydramnion.
-
Tumor
pada dinding uterus
-
Lapis
otot dinding rahim berkontraksi kurang baik, karena sudah banyak persalinan
yang terdahulu.
2.
His
lemah sekunder :
Setelah persalinan berlangsung beberapa lamanya,
otot-otot pada dinding uterus menjadi lelah, karena partus tak kunjung maju,
misalnya disebabkan panggul sempit. Harus diketahui, bahwa his bisa jadi
tertahan karena rektum penuh berisi feses atau karena kandung kencing penuh
dengan urin, hal akhir ini dapat menimbulkan nyeri dan mempengaruhi keadaan
his.
Distosia
kelainan tenaga/his adalah his tidak normal dalam kekuatan / sifatnya
menyebabkan rintangan pada jalan lahir, dan tidak dapat diatasi sehingga
menyebabkan persalinan macet (Prof. Dr. Sarwono Prawirohardjo, 1993).
His hipotonik adalah Kontraksi
uterus kurang dari normal, lemah dan dalam durasi yang pendek
Menurut
Prof. dr. Ida Bagus Gde Manuaba (1998) dalam persalinan diperlukan his normal
yang mempunyai sifat :
1.
Kontraksi otot rahim mulai dari salah
satu tanduk rahim.
2.
Fundal dominan, menjalar ke seluruh otot
rahim
3.
Kekuatannya seperti memeras isi rahim
4.
Otot rahim yang telah berkontraksi tidak
kembali ke panjang semula sehingga terjadi retraksi dan pembentukan segmen
bawah rahim.
B.
Etiologi
Hingga
saat ini masih belum diketahui, akan tetapi terdapat beberapa factor yang dapat
mempengaruhi.
a. Faktor umum
1.
Primigravida
terutama pada usia tua
2.
Anemia
dan asthenia
3.
Perasaan
tegang dan emosional
4.
Pengaruh
hormonal karena kekurangan prostaglandin atau oksitosin
5.
Ketidaktepatan
penggunaan analgetik
b. Faktor lokal
1.
Overdistensi
uterus
2.
Perkembangan
anomali uterus misal hipoplasia
3.
Mioma
uterus
4.
Malpresentasi,
malposisi, dan disproporsi cephalopelvik
5.
Kandung
kemih dan rektum penuh
Menurut
Prof. dr. Sarwono Prawirohardjo (1992) penyebab inersia uteri yaitu :
1.
Kelainan his terutama ditemukan pada
primigravida, khususnya primigravida tua.
2.
Inersia uteri sering dijumpai pada
multigravida.
3.
Faktor herediter
4.
Faktor emosi dan ketakutan
5.
Salah pimpinan persalinan
6.
Bagian terbawah janin tidak berhubungan
rapat dengan segmen bawah uterus, seperti pada kelainan letak janin atau pada
disproporsi sefalopelvik
7.
Kelainan uterus, seperti uterus bikornis
unikolis
8.
Salah pemberian obat-obatan, oksitosin
dan obat penenang
9.
Peregangan rahim yang berlebihan pada
kehamilan ganda atau hidramnion
10. Kehamilan
postmatur
C. Diagnosa
Menurut
Prof. dr. Sarwono Prawirohardjo (1992) diagnosis inersia uteri paling sulit
dalam masa laten sehingga diperlukan pengalaman. Kontraksi uterus yang disertai
rasa nyeri, tidak cukup untuk membuat diagnosis bawah persalinan sudah mulai.
Untuk pada kesimpulan ini diperlukan kenyataan bahwa sebagai akibat kontraksi
itu terjadi perubahan pada serviks, yaitu pendataran atau pembukaan. Kesalahan
yang sering terjadi pada inersia uteri adalah mengobati pasien padahal
persalinan belum dimulai (False Labour).
D. Komplikasi
Yang Mungkin Terjadi
Inersia
uteri dapat menyebabkan persalinan akan berlangsung lama dengan akibat terhadap
ibu dan janin yaitu infeksi, kehabisan tenaga dan dehidrasi. (Buku Obstetri
Fisiologi, UNPAD, 1983).
Partus menjadi lebih lama dan
membawa akibat buruk baik bagi ibu maupun anak. Jika kepala anak sudah terdapat
dalam rongga panggul dan lama, kemungkinan dapat menimbulkan tekanan pada jalan
lahir terutama pada portio (menjadi nekrotis). Lagipula partus lama menambah
kemungkinan terkena infeksi. Bilamana kelemahan his tersebut timbul dalam kala
pengeluaran dan ini menjadi lama, maka keadaan anak bisa menjadi buruk karena
peredaran darah dalam plasenta terganggu.
E. Gambaran klinis
1.
Waktu persalinan memanjang
2.
Kontraksi uterus kurang dari normal,
lemah atau dalam jangka waktu pendek
3.
Dilatasi serviks lambat
4.
Membran biasanya masih utuh
5.
Lebih rentan terdapatnya placenta yang
tertinggal dan perdarahan paska persalinan karena intarsia persisten
6.
Tokografi : Gelombang kontraksi kurang
dari normal dengan amplitude pendek
F. Penatalaksanaan
a.
Pemeriksaan umum :
1. Pemeriksaan
untuk menentukan disproporsi, malresentasi atau malposisi dan tetalaksana
sesuai dengan kasus
2. Penatalaksaan
kala 1 yang baik
3. Pemberian
antiobiotik pada proses persalinan yang memanjang terutama pada kasus dengan
membrane plasenta telah pecah
b.
Amniotomi
1.
Bila cervik telah berdilatasi > 3 cm
2.
Bila presentasi bagian terbawah janin
telah berada pada bagian bawah uterus
3.
Ruptur membrane buatan (artificial) yang
dapat menyebabkan augmentasi kontraksi uterus. Hal ini terjadi karena pelepasan
prostaglandin, dan terdapatnya reflex stimulasi kontraksi uterus ketika bagian
presentasi bayi semakin mendekati bagian bawah uterus.
c.
Oksitosin
5 unit oksitosin (syntocinon) dalam
500 cc glukosa 5% diberikan IV. Tetesan infuse mulai dari 10 tetes/menit, dan
kemudian meningkat secara bertahap sehingga mendapatkan kontraksi uterus rata –
rata 3x dalam 10 menit.
G.
Metode
persalinan
1. Persalinan
per vaginam : Dengan menggunakan forceps, vakum atau ekstraksi. Hal ini
bergantung kepada bagian presentasi bayi, cerviks telah pembukaan lengkap.
2. Operasi
cesar sesario diindikasi pada : (1) Kegagalan dengan metode tersebut, (2)
Kontraindikasi terhadap infuse oksitosin, missal pada kasus disproporsi, (3)
Distres fetal sebelum terjadi dilatasi cervical.
Comments
Salam dari followers ke 9
ReplyDeleteIni semacam materi kuliah ya bu bidan? hee